Skip to main content

Tentang: Runtuh

Rabu pagi, awan menggantung rendah, angin sejuk sepoi-sepoi, kicauan burung sahut menyahut terdengar. Sungguh hari yang sangat sempurna jika saja tidak terjadi sesuatu yang menekan emosiku. Aku berjalan gontai. Mencari sudut-sudut yang jarang dilewati orang. Terlalu kalut dan takut. Aku membenci diri sendiri dan sedang tidak bisa berpikir sejernih biasanya. Aku butuh mengungsi dari keramaian dan menenangkan kemelut hebat dalam diriku.


Sambil terus melangkah, mencari ruang yang tepat, aku melewati berbagai pemandangan orang-orang bahagia. Beberapa gadis melaluiku sambil berjalan penuh semangat dan sesekali canda tawa. Sepasang kekasih duduk bersebelahan berbincang-bincang ringan. Sungguh kontras pemandangan yang kutangkap dengan warna hatiku pagi ini. Aku menunduk dan terus melangkah sambil menahan gumpalan fiktif di tenggorokan yang siap meledak menjadi tangis. Akhirnya, aku memilih berhenti di tangga-tangga lapangan terbesar dalam kompleks kampus. Biasanya aku ke sini bersama teman-teman organisasi, untuk olah raga sembari bersenda gurau. Sekarang aku ke sini bersama masalah yang bagiku terasa amat runyam.

Aku bersandar pada tembok-tembok kasar. Menyapu pandangan ke sekeliling lapangan. Tidak banyak orang berlalu lalang. Masih pagi. Hanya beberapa mahasiswa yang sedang memarkirkan mobil dan para tukang kebun yang merapikan tanaman di ujung tangga bagian barat. Jaraknya jauh dariku. Mereka tampak hanya sebesar jari telunjukku dari sini. Aku membuka ponsel mencari cara menghibur diri, kabur dari kenyataan. Aku memilih untuk menonton video-video yang seharusnya lucu. Dan memang sebenarnya sangat lucu. Anehnya, hiburan itu sama sekali tidak bisa membuatku tertawa.

Pada saat kisah di video sudah menjadi hambar dan tidak menarik lagi, realita menamparku keras-keras. Perih sekali, teman. Sakit! Aku tidak mampu lagi menahan gumpalan di tenggorokan. Gumpalan itu akhirnya meledak. Sambil memandang jauh tanpa makna pada para tukang kebun di ujung sana, menetes berderai-derai air mataku. Bahuku terguncang-guncang. Aku menundukkan kepala dan memeluk lutut. Berbagai makian kulemparkan untuk diriku sendiri. Belum pernah aku segagal ini dan tidak pernah aku menyangka diriku akan segagal ini.

Kenapa bisa sebegitu konyolnya, Nike?


8.6.16

Comments

Popular posts from this blog

Is There a Way to Make Everyone Loves You?

I guess there is no way we can please everyone, let alone ask everyone to love us. You can still try to make people like you, though. You can be: a good listener a helpful friend a supportive family member a loving partner, but there is no guarantee that you will be loved by the deeds you have done. People are unconsciously conditioned to like or dislike certain things or other people. They have their own perception of what's good or bad, which could be quite different from your perception of good and bad. So... In the end, just be unapologetically you . Stay true to who you are. Know that whenever someone judges you, they actually judge their perception of you. Which most possibly is not the real you. Know that any concept that molds our worldly status is just, well... worldly. Ephemeral. Impermanent. Keep spreading love and kindness. And never let anyone or anything stops you from doing good. Because you can't be perfect for everyone, but you can always try to do your best ev...

21.09