Skip to main content

Puzzle

Kamu adalah seorang asing yang tiba-tiba menghampiriku dan memberiku sepetak papan beserta potongan-potongan puzzle rumit di atasnya.

Bingung, aku menawarkan, "Kita berkenalan dulu saja."

"Selesaikan dulu puzzle-nya, nanti kamu kenal diriku." jawabmu mencurigakan.


Meski masih penasaran, ada sesuatu dari dirimu yang menyihirku untuk menurut. Entah apa. Mungkin senyummu. Mungkin suaramu. Mungkin tatapanmu.

Sejurus kemudian, aku mendapati diriku berkutat dengan puzzle-mu. Kamu ikut memerhatikan dan sesekali menyodorkan potongan puzzle yang sekiranya cocok dengan sudut-sudut petak yang sedang kuselesaikan. Membuatku yakin bahwa kamu juga ingin ini segera selesai dan kita bisa berkenalan.

"Hei," sapamu tenang, memecah konsentrasi. Aku mengangkat wajah dan menerka arti air mukamu. tak kutemukan jawabannya. "Nanti aku harus pergi. Aku tidak bisa terlalu lama di sini."

Aku berpura-pura tidak mengindahkan ucapanmu dan kembali berkutat dengan puzzle. Dalam hati aku khawatir puzzle-nya tidak selesai sebelum kamu pergi. Lalu aku mencoba, sekuat akal dan tenaga. Semakin lama semakin rapi puzzle itu dan semakin aku mengenalmu. Bahagia mulai membuncah. Meski begitu, belum bisa aku merayakannya. Masih ada yang belum lengkap. Kurang satu potongan terakhir sebelum aku bisa benar-benar tahu siapa kamu. Sialnya, aku tidak bisa menemukan potongan itu.

"Hei," kau menyapa lagi. Aku tahu apa yang akan keluar dari mulutmu selanjutnya, maka tak kubiarkan sapaanmu terbalas. Aku menyibukkan diri mencari potongan puzzle terakhir, inti dari semua ini.

"Nik," kali ini kau sebut namaku untuk mendapat perhatianku.

Aku frustasi. "Di mana potongan terakhir itu?!"

"Nik, maafkan aku. Tapi aku harus pergi sekarang. Sudah terlalu lama aku tinggal." Ujarmu lembut tapi tegas.

Dengan mata berkaca aku bertanya, "Akankah kamu kembali?"

"Entahlah," jawabmu lirih. Kutatap matamu dalam-dalam sambil berdoa kamu menangkap harapan tersiratku mendengarmu menjawab lebih dari sekedar entah.

"Mungkin, suatu hari nanti." tambahmu memberi harapan yang tidak tuntas.

Sadar janjimu kurang kuat, aku memohon, "Kembalilah." Aku menelan ludah dan harga diri. "Akan kutemukan potongan puzzle terakhir itu agar kita bisa berkenalan."

Kau tersenyum getir. "Entahlah, aku tidak bisa berjanji," kata yang sama kau ucapkan.

Menyebalkan. Aku mengumpat dalam hati. Aku hanya ingin mengenalmu. Apa susahnya kembali.?Kan sudah kujanjikan juga puzzle ini selesai. Apa maumu, hai orang asing?

Kau berdiri, menghempaskan debu, dan menganggukkan kepala padaku seakan memberi hormat. "Till we meet again, Nike."

Aku menahan bongkahan besar di tenggorokanku, akumulasi rasa kecewa, sedih, dan marah. Salam perpisahanmu kubiarkan menggantung. Aku hanya sanggup berharap kamu tetap tinggal dan bukannya membalikkan badan dan menjauh seperti yang sekarang kau lakukan. Aku memandangi punggungmu dengan nanar dan putus asa.

Tunggu.

Aku melihat sesuatu. 
Aku melihatnya. Potongan terakhir puzzlemu. 
Kau menyelipkannya di balik saku celanamu. 
Kau curang. Kau sengaja, ternyata. 
Misteri terakhirmu kau ajak terseret bersama langkah kepergianmu.

Dan tidak kau berikan aku kesempatan menuntaskan rasa heranku...


Comments

Popular posts from this blog

Is There a Way to Make Everyone Loves You?

I guess there is no way we can please everyone, let alone ask everyone to love us. You can still try to make people like you, though. You can be: a good listener a helpful friend a supportive family member a loving partner, but there is no guarantee that you will be loved by the deeds you have done. People are unconsciously conditioned to like or dislike certain things or other people. They have their own perception of what's good or bad, which could be quite different from your perception of good and bad. So... In the end, just be unapologetically you . Stay true to who you are. Know that whenever someone judges you, they actually judge their perception of you. Which most possibly is not the real you. Know that any concept that molds our worldly status is just, well... worldly. Ephemeral. Impermanent. Keep spreading love and kindness. And never let anyone or anything stops you from doing good. Because you can't be perfect for everyone, but you can always try to do your best ev

Current Favorite Things

Here are some things I've been obsessed to this past month: 1. Van & Camp Life on Pinterest source: Pinterest Source: Pinterest 2. Videos of Tiny Apartments on Youtube    I'm officially obsessed with beautiful minimalist home design!  3. Classical Music My favorite is Satie's Gymnopedie no.1 . I listen to it almost every night before sleep. The song brings a feeling of yearning, like being pulled back and forth through time. Like longing for something happening in the past to be happened once more. Put me in between the feeling of wistfulness and gratitude.  This youtube video is one of the best plays of Gymnopedie no.1. It's actually just a usual Gymnopedie no.1 with some rain sound in the background. But what make it good is the nostalgic stories people wrote on the comment section . Reading those stories while listening to the music is super calming. 4. Weekly English Chit Chat Club It's been almost a month since the beginning of this club. At first, Mbak Zia

Throwback

Setelah dua kali ops ke daerah Gunungkidul dan melewati kota Wonosari, aku teringat sesuatu. Awal kelas 12 dulu, aku pernah hidup selama satu minggu bersama orang-orang desa di Wonosari.  Kegiatan itu disebut live in. Aku sebenarnya sudah pernah menulis soal live in di blog ini, tapi tidak lengkap. Ada tulisan lengkapku tentang live in, yang kubuat karena diwajibkan sekolah (hehe), tapi hanya dipublish di blog kelasku. Nah, demi mempermudah dokumentasi, aku mau copy paste tulisan lengkap live in-ku ke sini. hehehe.  *** Memilih Bahagia oleh Eunike Adiprasasti / XIIA2/ 11 Hari pertama sampai di Wonosari saya merasa takut sekaligus excited. Siapa yang akan jadi keluarga saya? Bagaimana rumah saya nanti? Apa saja yang harus saya kerjakan? Dan, pertanyaan  yang paling sering muncul adalah apakah saya akan menikmati hidup di sana? Saya bukan orang yang melihat situasi hanya dari nikmat atau tidak nikmatnya saja. Saya punya rasa gengsi yang tinggi untuk mengakui bahwa saya