Skip to main content

Apa Kata Laura Ingalls?

Suatu sore, aku hendak menyebrang Jalan Kaliurang sekitar Km 4,5. Kuperhatikan dari arah utara sepasukan motor datang dan melesat di depanku. Di belakang mereka melaju Bus TransJogja diikuti beberapa mobil yang hampir menyamai kecepatan si roda dua. Aku menunggu hingga gelombang kendaraan ini reda.


Selama beberapa detik pikiranku melayang.

Kira-kira, kalau ada mesin waktu dan Laura Ingalls bisa kubawa ke sini, ke tempatku berdiri pada detik ini juga, what would she think ya?

Mungkin dia kaget, mungkin dia tidak suka, mungkin dia kesal karena dunia sudah terlalu penuh, atau jangan-jangan dia malah excited? Hmm. Tebakanku Laura akan lebih banyak kesalnya ketimbang senangnya, sih. Menarik juga ya menerka-nerka apa yang orang abad 19-an pikirkan tentang dunia di abad 21. Sayang, sampai ayam beranak pun, terkaanku tak akan bisa dibuktikan. Tak akan ada yang namanya mesin waktu.

Ah ya sudahlah, aku harus fokus menyebrang dulu. Mumpung gelombang kendaraan selanjutnya masih beberapa meter di utara.

Bonus.
foto Malioboro tempo dulu
sumber 

versus masa kini. (tanpa informasi waktu yang jelas hehe)
sumber
p.s. While observing these, do you wonder what were the things people in both photos think about and what were the differences? :) Kepo banget nggak sihhh...

Comments

Popular posts from this blog

Throwback

Setelah dua kali ops ke daerah Gunungkidul dan melewati kota Wonosari, aku teringat sesuatu. Awal kelas 12 dulu, aku pernah hidup selama satu minggu bersama orang-orang desa di Wonosari.  Kegiatan itu disebut live in. Aku sebenarnya sudah pernah menulis soal live in di blog ini, tapi tidak lengkap. Ada tulisan lengkapku tentang live in, yang kubuat karena diwajibkan sekolah (hehe), tapi hanya dipublish di blog kelasku. Nah, demi mempermudah dokumentasi, aku mau copy paste tulisan lengkap live in-ku ke sini. hehehe.  *** Memilih Bahagia oleh Eunike Adiprasasti / XIIA2/ 11 Hari pertama sampai di Wonosari saya merasa takut sekaligus excited. Siapa yang akan jadi keluarga saya? Bagaimana rumah saya nanti? Apa saja yang harus saya kerjakan? Dan, pertanyaan  yang paling sering muncul adalah apakah saya akan menikmati hidup di sana? Saya bukan orang yang melihat situasi hanya dari nikmat atau tidak nikmatnya saja. Saya punya rasa gengsi yang tinggi untuk m...

Brief Answers to the Big Questions - Stephen Hawking

  (curhat sambil semi review buku) I used to think of Stephen Hawking as someone sarcastic and bitter as Richard Dawkins. (Kalau ada yang pernah baca bukunya Dawkins, misalnya yang the God Delusion, pasti mengenali kekhasan cara pandangnya terhadap kreationisme dan hal gaib lai nnya. Kaku bener beb kayak kanebo kering.😅) Secara mendasar, sama seperti Dawkins, Hawking pun menolak kreationisme. Tapi, Hawking expressed  his belief about creationism and other big questions humans have ever had in a kind and humorous way. He did not diminish the magical feeling toward the awe-inspiring universe. But at the same time was also trying to rationally explain how this remarkable world works. Jadi kayak bisa bikin pembaca over-optimistic dan bodoh seperti saya merasa it’s okay to questioning everything sambil tetap hopeful about life… He certainly was a lovely and witty man. Dalam bukunya, Brief Answers to the Big Questions, Hawking menjelaskan konsep-konsep theoretical ph...