Skip to main content

KKN - Awal

Beberapa bulan jauh sebelum KKN-PPM UGM resmi dilaksanakan, aku bergabung dengan sebuah tim yang berencana untuk mengabdi di Timur Indonesia, tepatnya di Desa Saporkren yang terletak di Kabupaten Raja Ampat, provinsi Papua Barat.


I was sooo excited. Bayangin, Raja Ampat lho. That Raja Ampat, people. Tim kami mempersiapkan banyak hal. Kami mengumpulkan uang kas, membuat proposal, menjual baju bekas, berencana belajar pengelolaan sampah plastik (karena nanti program utamanya soal sampah). Kami juga saling mengakrabkan diri. Dari awalnya yang bener-bener strangers, kami jadi saling melempar candaan yang terkadang sampai ke arah bully-an, yang justru menunjukkan kedekatan tim.

Tim kami tentu tidak bebas dari apa yang ditakuti seluruh umat KKN-PPM UGM; battle. Ada dua gelombang battle, battle lokasi dan battle dana. Sementara banyak tim yang harus mendengar kabar buruk tentang tidak munculnya nama daerah yang mereka propose, tim kami lolos battle lokasi. Lokasi Saporkren, Raja Ampat rilis dari data Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM, lembaga yang mengurus KKN. Girang sekali mendengar kabar itu. Optimisme kami memuncak. Kami semakin rajin rapat dan bersiap-siap.

Selanjutnya, battle dana. Koordinator Mahasiswa Unit (Kormanit) bersama Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) kami memaparkan tema dan program utama tim kepada pihak LPPM. Butuh beberapa hari sebelum ada pengumuman lolos battle dana atau nggak. Beberapa hari yang menegangkan. Kami tunda segala persiapan karena semua masih belum pasti. 

Hingga akhirnya muncul pengumuman dari DPL, bahwa tim kami tidak lolos pendanaan. Sedih sekali. Kormanit dan beberapa teman pengusul tampak cukup kalut. Kami masih diberikan waktu untuk mencari mitra. Tapi waktu yang diberikan sangat amat singkat untuk dana sebesar Papua. Saat akhirnya kami tidak mampu menemukan mitra dalam waktu yang ditentukan, kami diberi dua pilihan; lanjut di dalam Jawa dengan tim yang sama atau ke luar Jawa tapi membubarkan diri. Pilihan yang berat, karena kami sudah sangat akrab, tapi pengen ke luar Jawa.

Dengan berat hati kami memilih berpisah. Hatiku hancur. Aku udah merasa nyaman banget dengan tim ini. Aku udah memikirkan seperti apa menyenangkannya kalau tinggal bersama orang-orang ini selama dua bulan. Apa daya, tim ini isinya orang-orang berjiwa petualang semua. Pengen ke luar Jawa semua.

Tapi, sepengen-pengennya aku ke luar Jawa, saat itu aku udah sedih karena harus berpisah sama teman-teman Saporkren. Aku udah mager untuk mengakrabkan diri dengan tim baru lagi. Aku juga mager ikut wawancara sana sini untuk masuk tim baru lagi. Dan bertepatan dengan itu, aku juga sedang sibuk mengurus organisasi di periode terakhir kepengurusan serta memulai masa magangku. Akhirnya aku memilih untuk ikut plotting aja. Mekanisme plotting adalah, kita bisa memilih K2 (daerah di luar Jogja dan sekitarnya). Tapi kalau timnya sudah penuh, kita akan dipindah ke K1 (daerah sekitar Jogja). Aku memilih K2 di suatu unit di NTT.

Menjelang pengumuman plotting, aku dihubungi via Line oleh kormanit NTT itu. Ditanya-tanyai beberapa hal terkait keinginanku KKN di unitnya dan apa yang sekiranya akan aku lakukan. Harapanku meningkat, NTT would be a great place for social service. Namun, kadang, harapan dan realita kan tidak sejalan ya? Beberapa jam setelah tanya jawab virtual itu, dia memohon maaf karena tidak bisa menambahkan diriku dalam tim mereka.

Pasrah lah aku. Fix, dapat di sekitar Jogja nih. Ya aku berharap bisa dapat di daerah Magelang deket kaki Sumbing gitu atau Boyolali deket kaki Merbabu atau mungkin ke daerah Gunungkidul yang deket banget sama pantai. Walaupun K1, tapi pasti menyenangkan tuh.

Lalu, tiba lah hari pengumuman plottingan. Jeng jeng jeng. Di layar laptop ku muncul nama suatu desa di suatu wilayah yang sangat amat tidak kuharapkan. Desa itu adalah Soropaten, di Kecamatan Karanganom, Klaten. Klaten lho ini. Dulu zaman semester dua, FUD pertama ku bersama PPM Palapsi, kami melakukan pengabdian di Klaten. Dan bagiku, Klaten tuh ya udah bagus banget. Nggak usah di-KKN-in aja udah bagus gitu lho. Dekat dengan Solo, dekat dengan Jogja.

Saat semua orang plottingan mulai mencari teman-teman timnya melalui berbagai media sosial, aku berdiam diri. Aku masih di tahap denial. I don’t care. I don’t belong in plottingan K1. Aku nggak bersemangat. Sampai-sampai ada yang buat pengumuman di FB KKN 2017 dan di grup angkatan mengenai aku yang dicari oleh tim KKN Soropaten. Akhirnya, teman-teman Soropaten  ‘menemukan’ku dan memintaku masuk ke grup. Selama masa persiapan KKN, aku hampir selalu tidak ikut rapat dan acara bersama tim KKN Soropaten. Ada saja alasanku untuk mangkir. 

Bersamaan dengan itu, tim KKN Saporkren masih aja akrab. Bahkan kami mengadakan buka puasa bersama dan masih ketawa ketawa dan bahagia. Sampai upacara keberangkatan sekalipun, tim Saporkren masih pura-pura berkoordinasi via grup chat untuk berkumpul di lapangan bersama tim Papua lainnya. Kenyataannya, ya kami sudah masuk ke tim masing-masing. Makin denial lah aku. Padahal upacara keberangkatan tuh udah H-1.

Hari H keberangkatan, tubuhku bersama tim KKN Soropaten, namun jiwaku di tempat lain, entah menggembara ke mana. Akhirnya berangkat KKN juga aku. Perjalanan dari kampus ditempuh dengan sangat singkat. Toh lebih kurang hanya 40 km. Basecamp Merbabu via Selo saja lebih jauh tuh kayaknya. Sad

Dan dimulailah minggu pertama yang penuh dengan kebaperan berlebihan. Tiap kali mendengar kabar teman-teman yang KKN di daerah-daerah eksotis di luar Jawa, aku selalu iri. Bahkan lama kelamaan perasaan irinya nggak hanya sama yang ke luar Jawa, tapi juga ke mereka semua yang KKN bukan di K1, meskipun cuma di Jawa Barat atau Jawa Timur sekalipun.

Tampak bahwa mereka berharap time stands still dan bisa selamanya merasakan nikmat KKN. Sementara aku… meskipun sudah bisa menikmati suasana KKN, tetap berharap waktu berjalan cukup cepat untuk kembali pulang. Aku juga iri mereka punya kisah once in a lifetime yang dulu aku pikir bakal kurasakan saat berencana ke Raja Ampat. Mereka menemukan hal-hal yang berbeda dari yang dilihat di Jogja dan sekitarnya. Sementara aku… Oke, ini hanya Klaten, hal berbeda apa yang akan kudapatkan? :’)

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menikmati sekitarku. Pondokanku mulai terasa seperti ‘rumah’, teman-temanku mulai terasa seperti ‘keluarga’. Aku menyadari banyak hal yang bisa disyukuri. Meski biasanya hanya terlihat di kala langit cerah, Merapi dan Merbabu tampak berjejer gagah di arah barat. Meski tidak seterang langit Balerante, bintang-bintang berkelip indah saat malam. Meski interaksinya tidak selekat saat live in PPM di Jati, Gunungkidul dulu, warga sekitar ramah dan selalu menyambut kami dengan senang hati.

Walau aku masih sesekali membayangkan bentuk KKN yang aku dambakan, namun saat ini semuanya mulai terasa lancar. Dan aku rasa, at the end, lancar is enough.

Comments

Popular posts from this blog

Throwback

Setelah dua kali ops ke daerah Gunungkidul dan melewati kota Wonosari, aku teringat sesuatu. Awal kelas 12 dulu, aku pernah hidup selama satu minggu bersama orang-orang desa di Wonosari.  Kegiatan itu disebut live in. Aku sebenarnya sudah pernah menulis soal live in di blog ini, tapi tidak lengkap. Ada tulisan lengkapku tentang live in, yang kubuat karena diwajibkan sekolah (hehe), tapi hanya dipublish di blog kelasku. Nah, demi mempermudah dokumentasi, aku mau copy paste tulisan lengkap live in-ku ke sini. hehehe.  *** Memilih Bahagia oleh Eunike Adiprasasti / XIIA2/ 11 Hari pertama sampai di Wonosari saya merasa takut sekaligus excited. Siapa yang akan jadi keluarga saya? Bagaimana rumah saya nanti? Apa saja yang harus saya kerjakan? Dan, pertanyaan  yang paling sering muncul adalah apakah saya akan menikmati hidup di sana? Saya bukan orang yang melihat situasi hanya dari nikmat atau tidak nikmatnya saja. Saya punya rasa gengsi yang tinggi untuk m...

Brief Answers to the Big Questions - Stephen Hawking

  (curhat sambil semi review buku) I used to think of Stephen Hawking as someone sarcastic and bitter as Richard Dawkins. (Kalau ada yang pernah baca bukunya Dawkins, misalnya yang the God Delusion, pasti mengenali kekhasan cara pandangnya terhadap kreationisme dan hal gaib lai nnya. Kaku bener beb kayak kanebo kering.😅) Secara mendasar, sama seperti Dawkins, Hawking pun menolak kreationisme. Tapi, Hawking expressed  his belief about creationism and other big questions humans have ever had in a kind and humorous way. He did not diminish the magical feeling toward the awe-inspiring universe. But at the same time was also trying to rationally explain how this remarkable world works. Jadi kayak bisa bikin pembaca over-optimistic dan bodoh seperti saya merasa it’s okay to questioning everything sambil tetap hopeful about life… He certainly was a lovely and witty man. Dalam bukunya, Brief Answers to the Big Questions, Hawking menjelaskan konsep-konsep theoretical ph...