Skip to main content

Salah dan Kalah (Lagi)

Aku mengaku salah untuk kesekian kali. Juga kalah kesekian kali.

Agaknya masih kurang pemahamanku tentang makna dan peringatan. Akibatnya, begitu sampai di tepi jurang aku malah jatuh bebas. Mau tahu rasanya apa? It was peaceful and content. I feel like a bird. Smile broadened at my face. Meski begitu, secara bersamaan aku bisa menerawang kegundahan dan keterpurukan. Tapi demi semarak sementara yang tiada dua, kusingkirkan jauh-jauh terkaan buruk itu. Kuelu-elukan optimisme meraih kemenangan.

Hingga sampailah aku pada tujuan, yang bukan hakku menentukan. Kukira akan kutemui padang rumput bahagia, tapi sejauh mata memandang hanya tampak dasar paling dalam dengan gelapnya yang terpekat. Aku merasa familiar, rasanya mirip dengan jurang yang dulu pernah tanpa sengaja kulalui. Tidak ada titik cahaya. Apalagi bunga berwarna. 

Asa menguap. Kenapa kembali? Bebal! Sambil beringsut ke satu sudut, aku memaki diri dan menahan tangis. Tapi sejumput remah optimisme masih kugenggam. Aku mau menunggu. Entah hingga kapan. Di sini matahari tiada terbit pula tenggelam. Hanya aku berteman dengan kelam.

Sampai Sang Suara datang. Mau apa kamu di sini? Mencari semu? Aku yakin kamu tahu, apa yang kamu cari tidak akan kamu temukan di sini. Naiklah. Coba. Perlahan. Merangkaklah pada realita. Dan jangan sekali-kali kembali. Tak terobati luka yang kau buat nanti.

Kuakui aku salah.

Kuterima aku kalah.

Comments

Popular posts from this blog

Throwback

Setelah dua kali ops ke daerah Gunungkidul dan melewati kota Wonosari, aku teringat sesuatu. Awal kelas 12 dulu, aku pernah hidup selama satu minggu bersama orang-orang desa di Wonosari.  Kegiatan itu disebut live in. Aku sebenarnya sudah pernah menulis soal live in di blog ini, tapi tidak lengkap. Ada tulisan lengkapku tentang live in, yang kubuat karena diwajibkan sekolah (hehe), tapi hanya dipublish di blog kelasku. Nah, demi mempermudah dokumentasi, aku mau copy paste tulisan lengkap live in-ku ke sini. hehehe.  *** Memilih Bahagia oleh Eunike Adiprasasti / XIIA2/ 11 Hari pertama sampai di Wonosari saya merasa takut sekaligus excited. Siapa yang akan jadi keluarga saya? Bagaimana rumah saya nanti? Apa saja yang harus saya kerjakan? Dan, pertanyaan  yang paling sering muncul adalah apakah saya akan menikmati hidup di sana? Saya bukan orang yang melihat situasi hanya dari nikmat atau tidak nikmatnya saja. Saya punya rasa gengsi yang tinggi untuk mengakui bahwa saya

Brief Answers to the Big Questions - Stephen Hawking

  (curhat sambil semi review buku) I used to think of Stephen Hawking as someone sarcastic and bitter as Richard Dawkins. (Kalau ada yang pernah baca bukunya Dawkins, misalnya yang the God Delusion, pasti mengenali kekhasan cara pandangnya terhadap kreationisme dan hal gaib lai nnya. Kaku bener beb kayak kanebo kering.😅) Secara mendasar, sama seperti Dawkins, Hawking pun menolak kreationisme. Tapi, Hawking expressed  his belief about creationism and other big questions humans have ever had in a kind and humorous way. He did not diminish the magical feeling toward the awe-inspiring universe. But at the same time was also trying to rationally explain how this remarkable world works. Jadi kayak bisa bikin pembaca over-optimistic dan bodoh seperti saya merasa it’s okay to questioning everything sambil tetap hopeful about life… He certainly was a lovely and witty man. Dalam bukunya, Brief Answers to the Big Questions, Hawking menjelaskan konsep-konsep theoretical physics men