Aku mengaku salah untuk kesekian
kali. Juga kalah kesekian kali.
Agaknya masih kurang pemahamanku
tentang makna dan peringatan. Akibatnya, begitu sampai di tepi jurang aku malah
jatuh bebas. Mau tahu rasanya apa? It was peaceful and content. I feel like a bird. Smile broadened at my face. Meski begitu, secara
bersamaan aku bisa menerawang kegundahan dan keterpurukan. Tapi demi semarak
sementara yang tiada dua, kusingkirkan jauh-jauh terkaan buruk itu.
Kuelu-elukan optimisme meraih kemenangan.
Hingga sampailah aku pada
tujuan, yang bukan hakku menentukan. Kukira akan kutemui padang rumput bahagia,
tapi sejauh mata memandang hanya tampak dasar paling dalam dengan gelapnya yang
terpekat. Aku merasa familiar, rasanya mirip dengan jurang yang dulu pernah
tanpa sengaja kulalui. Tidak ada titik cahaya. Apalagi bunga berwarna.
Asa
menguap. Kenapa kembali? Bebal! Sambil beringsut ke satu sudut, aku memaki diri
dan menahan tangis. Tapi sejumput remah optimisme masih kugenggam. Aku mau
menunggu. Entah hingga kapan. Di sini matahari tiada terbit pula tenggelam.
Hanya aku berteman dengan kelam.
Sampai Sang Suara datang. Mau apa
kamu di sini? Mencari semu? Aku yakin kamu tahu, apa yang kamu cari tidak akan
kamu temukan di sini. Naiklah. Coba. Perlahan. Merangkaklah pada realita. Dan
jangan sekali-kali kembali. Tak terobati luka yang kau buat nanti.
Kuakui aku salah.
Kuterima aku kalah.
Comments
Post a Comment